Monday, 15 December 2014

Perayaan dan Ucapan #Natal Bersama serta #TahunBaru Dalam #Islam

Menjelang tanggal 25 # Desember dan 1 # Januari diperingati
sebagai hari Natal dan Tahun Baru. Pernak-pernik natal mulai
marak dimana-mana. Dari pemasangan Pohon Natal disertai
hiasannya, Topi Santa hingga mereka yang berbentuk semirip
mungkin dengan Santa Klaus. Di Kota-kota besar, seperti Jakarta,
Billboard dipenuhi iklan-iklan yang berbau Christmas Day dan New Year.

Seakan-akan tanggal 25 Desember, seperti perayaan bersama.
Maka opini itu semakin dibuka krannya. Beberapa ulama,
sepertinya memberikan “track” agar kaum muslim bisa ikut serta.
Apalagi para tokoh-tokoh lintas agama yang didukung oleh
jaringan islam liberal, menjadikan ini topik hangat di tengah- tengah masyarakat.

Acara televisi pun demikian. Sepertinya perayaan natal dan tahun
baru, telah menjadi pesta bersama. Padahal Rasulullah SAW
bersabda:
”Sungguh kamu akan mengikuti (dan meniru) tradisi umat-umat
sebelum kamu bagaikan bulu anak panah yang serupa dengan
bulu anak panah lainnya, sampai kalaupun mereka masuk liang
biawak niscaya kamu akan masuk ke dalamnya pula”. Sebagian
sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, orang-orang Yahudi dan
Nasrani-kah?” Beliau menjawab: ”Siapa lagi (kalau bukan
mereka)?” (HR Bukhari dan Muslim)
Perayaan natal khususnya, telah menjadi perdebatan panjang
apakah benar Yesus lahir pada tanggal demikian. Encyclopedia
Britannica (1946), menjelaskan, “Natal bukanlah upacara-upacara
awal gereja. Yesus Kristus atau para muridnya tidak pernah
menyelenggarakannya, dan Bible (Alkitab) juga tidak pernah
menganjurkannya. Upacara ini diambil oleh gereja dari
kepercayaan kafir penyembah berhala.”
Secara keilmuwan, dibuktikan tanggal 25 Desember adalah
pertama kalinya matahari bergerak ke arah utara dan memberikan
kehangatan setelah matahari berada di titik terendah di selatan
pada 22-24 Desember (winter solstice) yang menyebabkan bumi
berada di titik terdingin.
Karena itulah orang Yunani pada masa awal merayakan lahirnya
Dewa Mithrapada 25 Desember, dan orang Latin merayakan hari
yang sama sebagai kelahiran kembali Sol Invictus (Dewa Matahari
pula).
Dari hal tersebut terlihat bahwa akulturasi kebudayaan yunani,
telah menyebabkan penetapan hari lahir Yesus. Dan hal ini sangat
terkait dengan aqidah islam. Perayaan Natal dan tahun baru, telah
menjadi momentum tersendiri bagi kaum nasrani yang sebenarnya
ditolak dalam Aqidah kita sebagai seorang muslim.
Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan:
“Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga”, padahal sekali-
kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka
tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-
orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih
(TQS al-Maaidah [5] : 73)
Allah pun telah memberikan batasan kepada kita, dalam
merayakan agama ibadah orang lain. Sebagaimana difirmankan
oleh Allah SWT :
”Katakanlah: hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah
apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang
aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang
kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah
Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah
agamaku.” (TQS. Al-kafirun: 1-6)
Bahkan, Bulan Maret 1981, hingga hari ini MUI telah
Memfatwakan:
1. Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan
dan menghormati Nabi Isa AS, akan tetapi Natal itu tidak dapat
dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan diatas.
2. Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya
haram.
3. Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan
larangan Allah SWT dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-
kegiatan Natal.
Menolak Perayaan Natal Bersama Bukan Berarti Intoleran
Bagi mereka yang beralasan, “Nggak enak sama bos”, “Udah ada
undangan nih makan-makan dari teman yang natalan”, “Ya nggak
apa-apa, asalkan kita nggak meyakini aja.” Pernyataan itu telah
menjadi latah di tengah-tengah kaum muslimin.
Mengambil kemaslahatan (Dalam artian persahabatan dan
perdamaian) yang dimaksud oleh keinginan mereka, jelas-jelas
sangat bertentangan dengan aqidah kita sebagai seorang muslim.
Padahal Allah SWT telah berfirman:
Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi)
takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku
dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan
menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang yang kafir (TQS al-Maaidah [5] : 44)
Janganlah kita menjual aqidah kita, hanya pada keperluan sesaat.
Sesungguhnya, karena yang sesaat ini akan mengantarkan kita
pada jalan yang sesat. Menolak bukan berarti Intoleran. Menolak
menunjukkan bentuk keharusan agama lain dalam menghormati
Aqidah kita. Banyak cara dan hal yang sebenarnya bisa kita
lakukan dalam kebaikan kepada penganut agama lainnya, tapi
tidak dalam bentuk peribadatan.
“Allah tidak melarang kamu (ummat Islam) untuk berbuat baik dan
berlaku adil terhadap orang-orang (beragama lain) yang tidak
memerangi kamu karena agama dan tidak pula mengusir kamu
dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berlaku adil.”(TQS. Mumtahanah: ayat 8)
Bahkan negara di dalam islam, sangat berkepentingan dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhan agama tersebut, dalam masalah
peribadatan. Negara melindungi setiap warga negaranya dalam
beribadah. Itulah toleransi sesungguhnya.
Jadi, tegaskan kepada orang-orang non-muslim, bahwa kita
menolak mengikuti perayaan natal dan tahun baru. Juga tegas
menolak mengucapkan selamat kepada mereka. Disebabkan karena
islam
telah melarangnya. Tetapi bukan berarti islam intoleran. Islam
menghargai dan mendudukkan perlakuan yang adil dalam
muamalah kepada agama yang lainnya. Sebagaimana ketika kisah
Khalifah Umar ra. yang memberikan peringatan kepada walinya
dengan menggoreskan segaris tanda di tulang dengan pedang
kepada seorang walinya, disebabkan karena rumah seorang
yahudi tergusur akibat kebijakan yang zalim.
Keharaman berucap dan merayakannya adalah perkara final yang
tak bisa diganggu gugat. Tetapi ingat, seorang muslim tidak boleh
dalam mengusik peribadatan agama tersebut meskipun haram.
Bahkan, Rasul SAW sangat melaknat siapa pun yang menghina
agama mereka.

Wallahu’alam bis showwab.

Rizqi Awal
Ketua BE BKLDK Nasional dan Penulis Buku
Twitter di @rizqiawal1

(Copas Komunitas Hijab Syar'ie)

No comments:

Post a Comment